Rabu, 19 Januari 2011

Pemeriksaan Fisik Head to Toe

Pemeriksaan Fisik Head to Toe


BAB II
MATERI
2.1. Konsep Teori
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:
1. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010)
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.
setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi Sartika, 2010)
4. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010)
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut:
Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.
Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
Komunikasi (penjelasan prosedur)
Privacy dan kenyamanan klien
Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke abN)
Berada di sisi kanan klien
Efisiensi
Dokumentasi

2.2. Tujuan Pemeriksaan Fisik
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan.
Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan penatalaksanaan.
Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan di jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.
2.3. Manfaat Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya:
Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

2.4. Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada:
klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.
Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

2.5. Prosedur pemeriksaan fisik
Persiapan
Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer, Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue, buku catatan perawat.
Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.


Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.

Prosedur Pemeriksaan
Cuci tangan
Jelaskan prosedur
Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen bila di perlukan
Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.
Posisi klien : duduk/berbaring
Cara : inspeksi
Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal :)Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas/takut)
Jenis kelamin
Usia dan Gender
Tahapan perkembangan
TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
Postur dan cara berjalan
10. Bentuk dan ukuran tubuh
11. Cara bicara. (Relaks, lancer, tidak gugup)
12. Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
13. Dokumentasikan hasil pemeriksaan.


Pengukuran tanda vital (Dibahas kelompok 2 lebih dalam)
Posisi klien : duduk/ berbaring
Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)
Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
Nadi
a) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: <6 b) Keteraturan= Normal : teratur c) Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+: Denyutan mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba Pernafasan a) Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15 Bradipnea b) Keteraturan= Normal : teratur c) Kedalaman: dalam/dangkal d) Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat. Pemeriksaan kulit dan kuku Tujuan a) Mengetahui kondisi kulit dan kuku b) Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan hidrasi. Persiapan a) Posisi klien: duduk/ berbaring b) Pencahayaan yang cukup/lampu c) Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair) Prosedur Pelaksanaan a. Pemeriksaan kulit 1. Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis, dan ikterik. Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis. 2. Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan edema. Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema. setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut. b. Pemeriksaan kuku Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak ikterik/sianosis. Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ). Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik. setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat berhadapan dengan klien a. Pemeriksaan kepala Tujuan a) Mengetahui bentuk dan fungsi kepala b) Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala Persiapan alat a) Lampu b) Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka) Prosedur Pelaksanaan 1. Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut. Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(rambut jagung dan kering) 2. Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut. Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh. setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat. b. Pemeriksaan wajah Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan. Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris. Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema. setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut. c. Pemeriksaan mata Tujuan a) Mengetahui bentuk dan fungsi mata b) Mengetahui adanya kelainan pada mata. Persiapan alat a) Senter Kecil b) Surat kabar atau majalah c) Kartu Snellen d) Penutup Mata e) Sarung tangan Prosedur Pelaksanaan Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon terhadap cahaya. Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih. Tes Ketajaman Penglihatan Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut dibagi dua yaitu: 1). Visus sentralis. Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat. visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21). virus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21). 2). Visus perifer Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya e”20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus <20/20 maka tajam penglihatanya dikatakan kurang Penyebab penurunan tajam peglihatan seseorang bermacam macam, salah satunya adalah refraksi anomaly/kelainan pembiasan. prosedur pemeriksaan visus dengan menggunakan peta snellen yaitu: Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud tujuan pemeriksaan. Meminta pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter. Memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan (pasien diminta mengucapkan apa yang akan ditunjuk di kartu Snellen) dengan menutup salah satu mata dengan tangannya tanpa ditekan (mata kiri ditutup dulu). Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien menyebutkan simbol di kartu Snellen dari kiri ke kanan, atas ke bawah. Jika pasien tidak bisa melihat satu simbol maka diulangi lagi dari barisan atas. Jika tetap maka nilai visus oculi dextra = barisan atas/6. Jika pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart maka pasien diminta untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1 meter kemudian mundur. Nilai visus oculi dextra = jarak pasien masih bisa membaca hitungan/60. Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien diminta untuk melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (Nilai visus oculi dextranya 1/300). Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka pasien diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar (Nilai visus oculi dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus oculi dextranya nol. Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai visus oculi sinistra dengan cara yang sama. Melaporkan hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya “x/y” artinya mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan orang normal dapat melihat sejauh y meter. Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata Pemeriksaan pergeraka bola mata dilakukan dengan cara Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya Heterophoria. Heterophoria berhubungan dengan kelainan posisi bola mata, dimana terdapat penyimpangan posisi bolamata yang disebabkan adanya gangguan keseimbangan otot-otot bolamata yang sifatnya tersembunyi atau latent. Ini berarti mata itu cenderung untuk menyimpang atau juling, namun tidak nyata terlihat. Pada phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tegang atau kuat untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga rangsangan untuk berfusi atau menyatu inilah menjadi faktor utama yang membuat otot -otot tersebut berusaha extra atau lebih, yang pada akhirnya menjadi beban bagi otot-otot tersebut, wal hasil akan timbul rasa kurang nyaman atau Asthenopia. Dasar pemeriksaan Cover-Uncover Test / Tes Tutup-Buka Mata : Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu (menutup salah satu matanya dengan penutup/occluder, atau dipasangkan suatu filter), maka deviasi atau peyimpangan laten atau tersembunyi akan terlihat. Pemeriksa memberi perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah (inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPERPHORIA. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPORPHORIA. Alat/sarana yang dipakai: Titik/lampu untuk fiksasi Jarak pemeriksaan : Jauh : 20 feet (6 Meter) Dekat : 14 Inch (35 Cm) Penutup/Occluder Prosedur Pemeriksaan : Minta pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek jauh kurang jelas, maka gunakan kacamata koreksinya. Pemeriksa menempatkan dirinya di depan pasien sedemikian rupa, sehingga apabila terjadi gerakan dari mata yang barusa saja ditutup dapat di lihat dengan jelas atau di deteksi dengan jelas. Perhatian dan konsentrasi pemeriksa selalu pada mata yang ditutup. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan EXOPHORIA. Exophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar D) Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah (temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA. Esophoria dinyatakan dengan inisial = E (gambar C) Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah bawah (inferior)) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPERPHORIA. Hyperphoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar E) Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan HYPOPHORIA. Hypophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar F) Untuk mendeteksi Heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat mengenali adanya suatu gerakan, seolah kondisi mata tetap di tempat. Untuk itu metode ini sering kita ikuti dengan metode tutup mata bergantian (Alternating Cover Test). Setelah diadakan pemeriksaan mata evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut. d. Pemeriksaan telinga Tujuan Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi pendengaran. Persiapan Alat a) Arloji berjarum detik b) Garpu tala c) Speculum telinga d) Lampu kepala Prosedur Pelaksanaan Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.. Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar. Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus Normal: tidak ada nyeri tekan. setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut. Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala Pemeriksaan Rinne Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan yang berlawanan. Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien. Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran lagi. Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2 cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien. Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara atau tidak. Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut. Pemeriksaan Webber Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang berlawanan. Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien . Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga. Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut. e. Pemeriksan hidung dan sinus Tujuan a) Mengetahui bentuk dan fungsi hidung b) Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi Persiapan Alat a) Spekulum hidung b) Senter kecil c) Lampu penerang d) Sarung tangan (jika perlu) Prosedur Pelaksanaan 1. Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi) Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi. 2. Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum deviasi) Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan. setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut. f. Pemeriksaan mulut dan bibir Tujuan Mengetahui bentuk kelainan mulut Persiapan Alat a) Senter kecil b) Sudip lidah c) Sarung tangan bersih d) Kasa Prosedur Pelaksanaan 1. Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur , lesi, dan stomatitis. Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan stomatitis. 2. Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2. Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda infeksi. Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah di rahang atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh pada usia enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada usia enam tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai tanggal dan dig anti gigi tetap. Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan berjumlah 7 buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan berjumlah 8 buah(4 dirahang atas dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi berjumlah 12 buah (6 dirahang atas dan 6 dirahang bawah), usia 16-19 bulan berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan 8 dirahang bawah), dan pada usia 20-30 bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang atas dan 10 dirahang bawah) setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut. g. Pemeriksaan leher Tujuan a) Menentukan struktur integritas leher b) Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan c) Memeriksa system limfatik Persiapan Alat Stetoskop Prosedur Pelaksanaan 1. Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris. Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok. 2. Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi Normal: arteri karotis terdengar. 3. Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba) Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri. 4. Auskultasi : bising pembuluh darah. Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut. Pemeriksaan dada( dada dan punggung) Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaring Cara/prosedur: System pernafasan Tujuan : a) Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada b) Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan, c) Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus Persiapan alat a) Stetoskop b) Penggaris centimeter c) Pensil penada Prosedur pelaksanaan 1. Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan. Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema 2. Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus. (perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien.) Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas. 3. Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi) Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
4. Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

b. System kardiovaskuler
Tujuan
a) Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
b) Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
c) Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
d) Mendeteksi gangguan kardiovaskuler
Persiapan alat
a) Stetoskop
b) Senter kecil
Prosedur pelaksanaan
1. Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis
2. Palpasi: denyutan
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
3. Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup)
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
4. Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung. )
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).
Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
c. Dada dan aksila
Tujuan
a) Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara
b) Mendeteksi awal adanya kanker payudara
Persiapan alat
a) Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)
Prosedur pelaksanaan
1. Inspeksi payudara: Integritas kulit
2. Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran vena
3. Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.
Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Pemeriksaan Abdomen (Perut)
Posisi klien: Berbaring
Tujuan
a) Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut
b) Mendengarkan suara peristaltic usus
c) Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam perut.
Persiapan
a) Posisi klien: Berbaring
b) Stetoskop
c) Penggaris kecil
d) Pensil gambar
e) Bntal kecil
f) Pita pengukur
Prosedur pelaksanaan
1. Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
2. Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
3. Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya.
4. Perkusi hepar: Batas
5. Perkusi Limfa: ukuran dan batas
6. Perkusi ginjal: nyeri
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan = hipertimpani
7. Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan penumpukan cairan
Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
10. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)
Tujuan :
Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian
Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian tertentu.
Alat :
Meteran
Posisi klien: Berdiri. duduk
1. Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot.
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh.
2. Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .
Normal: teraba jelas
3. Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan trisep positif
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
11. Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak kaki)
1. Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
2. Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
Normal: teraba jelas
3. Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
12. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)
Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomy
Tujuan:
Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.
Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.
Melakukan perawatan genetalia
Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.
Alat :
Lampu yang dapat diatur pencahayaannya
Sarung tangan
Pemeriksaan rectum
Tujuan :
Mengetahui kondisi anus dan rectum
Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal
Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
Memeriksa kangker rectal dll
Alat :
Sarung tangan sekali pakai
Zat pelumas
Penetangan untuk pemeriksaan
Prosedur Pelaksanaan
Wanita:
1. Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris, edema, pengeluaran.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau)
2. Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
3. Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massa
4. Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Pria:
1. Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darah
2. Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
Normal : integritas kulit baik, sistematika tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri teken
3. Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

2.6. Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan yang mereka berikan dengan mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama di gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.
Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci, dan objektif melalui pengkajian fisik. Pengukuran tersebut menentukan tercapainya atau tidak hasil asuhan yang di harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk mengevaluasi keefektifan asuhan.

2.7. Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari pengkajian fisik pada pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau semua hasil sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau mendapatkan data tambahan. Temuan dari pengkajian fisik dimasukkan ke dalam rencana asuhan.
Data di dokumentasikan berdasarkan format SOAPIE, yang hamper sama dengan langkah-langkah proses keperawatan.
Format SOAPIE, terdiri dari:
Data (riwayat) Subjektif, yaitu apa yang dilaporkan klien
Data (fisik) Objektif, yaitu apa yang di observasi, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi oleh perawat.
Assessment (pengkajian) , yaitu diagnose keperawatan dan pernyataan tentang kemajuan atau kemunduran klien
Plan (Perencanaan), yaitu rencana perawatan klien
Implementation (pelaksanaan), yaitu intervensi keperawatan dilakukan berdasarkan rencana
Evaluation (evaluasi), yaitu tinjauan hasil rencana yang sudah di implementasikan.



















BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yang sedang di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk untuk menegakkan diagnosa keperawatan . memilih intervensi yang tepat untuk proses keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.
3.2. Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar.








DAFTAR PUSTAKA
Admit. Pemeriksaan Fisik. http://nursingbegin.com/tag/pemeriksaan-fisik/( online) diakses 17 September 2010.
Bates, Barbara. 1998. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta. EGC
Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta. EGC
Burnside, John W. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta. EGC
Candrawati. Susiana.Pemeriksaan Fisik system Kardiovaskuler.Diakases tanggal 18 September 2010
Dealey, Carol.2005. The Care Of Wound A Guides For Nurses.Navarra.Balckwell Publishing.
Kusyanti, Eni,dkk. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: EGC.
Morton, Particia G. 2005. Panduan Pemeriksaan Kesehatan. Jakarta. EGC
Perry. AG & Potter, PA. 2005. Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta. EGC
Penyusun. 2009. Penuntun Pratikum I Praktik Keperawatan Dasar Dalam Kererawatan. Padang. PSIK FK UNAND
Swara Nightingale. 2009. Pendidikan dan Latihan Dasar X Swara Nigtingale. Padang: Swara Nightinagale
Talbot, A. Laura, Meyers, Mary. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
ikd3 Ns.ERnawati,S.kep, M.kep

1. Ilmu
a) Pengertian ilmu
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat.
ETIMOLOGI

Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain sebagainya.
B) SYARAT-SYARAT ILMU

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
2. Pengetahuan
a) Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal.Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi.
Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif dengan tahapan-tahapannya.
b) Factor – factor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
Pendidikan
Pendidikan” adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.

Media
Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.
Keterpaparan informasi
Pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah “that of which one is apprised or told: intelligence, news”. Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu istilah informasi juga memiliki arti yang lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi informasi yang mengartikannya sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Sedangkan informasi sendiri mencakup data, teks, image, suara, kode, program komputer, databases . Adanya perbedaan definisi informasi dikarenakan pada hakekatnya informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi
c) Cara memperoleh pengetahuan
Ilmu Pengetahuan berawal pada kekaguaman manusia akan alam yang dihadapinya, baik alam besar (macro cosmos), maupun alam kecil (micro-cosmos). manusia sebagai animal rational dibekali hasrat ingin tahu. Sifat ingin tahu manusia telah dapat disaksikan sejak manusia masih kanak-kanak.

Pertanyaan-pertanyaan seperti "ini apa?", "itu apa?" telah keluar dari mulut kanak-kanak. Kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan "mengapa begini?", "mengapa begitu", dan selanjutnya berkembang menjadi pertanyaan-pertanyaan semacam "bagaimana hal itu terjadi?", "bagaimana memecahkannya", dan sebagainya. Bentuk-bentuk pertanyaan seperti di atas itu juga telah ditemukan sepanjang sejarah manusia. Manusia berusaha mencari jawaban atas berbagai pertanyaan itu; dari dorongan ingin tahu manusia berusaha mendapatkan pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakannya. Di dalam sejarah perkembangan pikir manusia ternyata yang dikejar itu esensinya adalah pengetahuan yang benar, atau secara singkat disebut kebenaran.

Hasrat ingin tahu manusia terpuaskan kalau dia memperoleh pengetahuan mengenai hal yang dipertanyakannya. Dan pengetahuan yang diinginkannya adalah pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar atau kebenaran memang secara inheren dapat dicapai manusia, baik melalui pendekatan non-ilmiah maupun pendekatan ilmiah.

Pendekatan ilmiah menuntut dilakukannya cara-cara atau langkah-langkah tertentu agar dapat dicapai pengetahuan yang benar mengenai hal yang dipertanyakannya. Bahkan di kalangan masyarakat banyak pendekatan non-ilmiah ini yang banyak terjadi. Namun tidak semua orang melewati tertib pendekatan ilmiah itu untuk sampai kepada pengetahuan yang benar mengenai hal yang dipertanyakannya. Bahkan di kalangan masyarakat banyak pendekatan non-ilmiah inilah yang banyak terjadi.
Cara memperoleh pengetahuan ada dua cara yaitu :

A. Pendekatan Non-Ilmiah.
Ada beberapa pendekatan non-ilmiah ini yang banyak digunakan, yaitu (1) akal sehat, (2) prasangka, (3) intuisi, (4) penemuan kebetulan dan coba-coba, (5) pendapat otoritas ilmiah dan pikiran kritis.

1. Akal Sehat
Akal sehat dan ilmu adalah dua hal yang berbeda sekalipun dalam batas tertentu keduanya mengandung persamaan. Menurut Conant yang dikuptip Kerlinger (1973, h. 3) akal sehat adalah serangkaian konsep dan bagian konseptual yang memuaskan untuk penggunaan praktis bagi kemanusiaan. Konsep adalah kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus. Bagan konsep adalah seperangkat konsep yang dirangkaikan dengan dalil-dalil hipotesis dan teoritis.

Walaupun akal sehat yang berupa konsep dan bagan konsep itu dapat menunjukan hal yang benar,namun dapat pula menyesatkan. Suatu contoh misalnya akal sehat mengenai peranan hukuman dan ganjaran dalam pendidikan. Pada abad ke-19 menurut akal sehat yang diyakini oleh banyak pendidik hukuman adalah alat utama dalam pendidikan. Penemuan ilmiah tenyata membantah kebenaran akal sehat tersebut. Hasil penelitian dalam bidang psikologi dan pendidikan menunjukan bahwa bukan hukuman yang merupakan alat utama pendidikan, melainkan ganjaran.
2. Prasangka
Pencapaian pengetahuan secara akal sehat diwarnai oleh kepentingan orang yang melakukannya. Hal yang demikian itu, menyebabkan akal sehat mudah beralih menjadi prasangka. Dengan akal sehat orang cenderung mempersempit pengamatannya karena diwarnai oleh pengamatannya itu, dan cenderung mengkambinghitamkan orang lain. atau menyokong suatu pendapat. Orang sering cenderung melihat hubungan antar dua hal sebagai hubungan sebab-akibat yang langsung dan sederhana, padahal sesungguhnya gejala yang diamanati itu merupakan akibat dari berbagai hal. Dengan akal sehat orang cenderung ke arah pembuatan generalisasi yang terlalu luas, yang lalu merupakan prasangka.

3. Intuisi
Dalam pendekatan intuitif orang menentukan "pendapat" mengenai sesuatu berdasar atas "pengetahuan" yang langsung atau didapat dengan cepat melalui proses yang tak disadari atau yang tidak dipikirkan lebih dahulu. Dengan intuisi orang memberikan penilaian tanpa didahului sesuatu renungan. Pencapaian pengetahuan yang demikian itu sukar dipercaya. Di sini tidak terdapat langkah-langkah yang sistematik dan terkendali.

Metode yang demikian itu biasa disebut metode a priori. Dalil-dalil seseorang yang a priopri cocok dengan penalaran, belum tentu cocok dengan pengalaman atau data empiris.

4. Penemuan coba-coba atau Kebetulan
Sepanjang sejarah manusia, penemuan secara kebetulan itu banyak terjadi, dan banyak di antaranya yang sangat berguna. Penemuan secara kebetulan diperoleh tanpa rencana, tidak pasti, serta tidak melalui langkah-langkah yang sistematik dan terkendali (terkontrol).

Penemuan coba-coba (trial and Error) diperoleh tanpa kepastian akan diperolehnya sesuatu kondisi tertentu atau pemecahan sesuatu masalah. Usaha coba-coba pada umumnya merupakan serangkaian percobaan tanpa kesadaran akan pemecahan tertentu.Pemecahan terjadi secara kebetulan setelah dilakukan serangkaian usaha; usaha yang berikutnya biasanya agak lain, yaitu lebih maju, dari pada yang mendahuluinya. Penemuan secara kebetulan pada umumnya tidak efisien dan tidak terkontrol.

5. Pendapat Otoritas Imiah dan Pikiran Kritis
Otoritas ilmiah adalah orang-orang biasanya telah menempuh pendidikan formal tertinggi dalam sesuatu bidang cukup banyak. Pendapat mereka sering diterima orang tanpa diuji, karena dipandang benar. Namun pendapat otoritas ilmiah itu tidak selamanya benar. Ada kalanya, atau bahkan sering, pendapat mereka itu ternyata tidak benar. karena pendapat tersebut tidak didasarkan pada penelitian, melainkan hanya didasarkan atas pemikiran logis. Kiranya jelas bahwa pendapat-pendapat sebagai hasil pemikiran yang demikian itu akan benar kalau premis-premisnya benar.

B. Pendekatan Ilmiah

Pengetahuan yang diperoleh dengan pendekatan ilmiah diperoleh melaui penelitian ilmiah dan dibangun di atas teori tertentu. Teori itu berkembang melalui penelitian ilmiah, yaitu penelitian yang sistematik dan terkontrol berdasar atas data empiris. Teori itu dapat diuji (dites) dalam hal keajegan dan kemantapan internalnya. Artinya jika penelitian ulang dilakukan orang lain menurut langkah-langkah yang serupa pada kondisi yang sama akan diperoleh hasil yang ajeg (consistent), yaitu hasil yang sama atau hampir sama dengan hasil terdahulu. Pendekatan ilmiah akan menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi setiap orang, karena pendekatan tersebut tidak diwarnai oleh keyakinan pribadi, bias dan perasaan. Cara penyimpulannya bukan subyektif, melainkan obyektif.

Dengan pendekatan ilmiah itu orang akan berusaha untuk memperoleh kebenaran ilmiah, yaitu pengetahuan benar yang kebenarannya terbuka untuk diuji oleh siapa saja yang menghendaki untuk mengujinya.

Dengan ini terbuktilah betapa besarnya manfaat dari rasa ingin tahu manusia, Karenanya bisa menghasilkan penemuan-penemuan ilmiah baru yang tanpanya tidak akan pernah terlahir.
Pendekatan ilmiah dapat dilakukan melalui penalararan dengan cara berpikir deduktif, induktif dan reflektif serta memahami proses penyelesaian masalah.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
METODE DALAM MENALAR

Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif, deduktif serta reflektif.
1. Metode induktif

Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Proses berfikir induktif dikelompokkan menjadi 2, yakni indiktif sempurna dan induktif tidak sempurna.
ü Induksi sempurna terjadi apabila kesimpulan diperoleh dari penjumlahan dari kesimpulan khusus. Misalnya, masing-masing anak yang premature perkembangannya lambat. Jadi, kesimpulannya semua anak yang lahir premature perkembangannya lambat.
ü Induksi tidak sempurna terjadi apabila kesimpulan tersebut diperoleh dari lompatan dari pernyataan-pernyataan yang khusus. Jadi, kesimpulan tersebut bukan penjumlahan dari tiap-tiap dari setiap subjek yang diamati, melainkan hanya beberapa subjek saja sebagai sampel. Misalnya Indonesia Negara berkembang IMR-nya tinggi. Tanzania Negara berkembang IMR-nya tinggi. Brazilia Negara berkembang IMR-nya tinggi. Jadi, semua Negara berkembang IMR-nya tinggi.
2. Metode deduktif

Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
3. Metode reflektif
Kemampuan reflektif sebagai hasil atau output dari pembelajaran yang dikembangkan pada penelitian ini. didasarkan pada konsep reflektif dari John Dewey berkenaan dengan kemampuan berfikir reflektif dan bersikap reflektif.
Kemampuan berfikir reflektif terdiri atas lima komponen yaitu: (1) recognize or felt difficulty/problem, merasakan dan mengidentifikasikan masalah; (2) location and definition of the problem, membatasi dan merumuskan masalah; (3) suggestion of posible
Solution, mengajukan beberapa kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah; (4) rational elaboration of an idea, mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan; (5) test and formation of conclusion, melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan.
Sikap reflektif yang tidak dapat dilepaskan dari kemampuan berfikir reflektif, dikembangkan berdasarkan konsep awal dari Dewey yang telah diperluas dan diaplikasikan oleh beberapa praktisi di bidang pendidikan guru. Dalam artikel jurnal Teaching and Teacher Education (vol.12.no.1, Januari 1996), Helen L. Harrington cs mengemukakan dan mengembangkan tiga komponen sikap reflektif yaitu: (1) openmindedness atau keterbukaan, sebagai refleksi mengenai apa yang diketahui, dalam pembelajaran ada tiga pola dasar yaitu pola berfokus pada guru, siswa, dan inklusif; (2) responsibility atau tanggung jawab, sebagai sikap moral dan komitmen profesional berkenaan dengan dampak pembelajaran pada siswa saja, siswa dan guru, serta siswa, guru dan orang lainnya; (3) wholeheartedness atau kesungguhan dalam bertindak dan melaksanakan tugas, dengan cara pembelajaran langsung guru, proses interaktif, dan proses interaktif yang kompleks. Model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan reflektif dikembangkan berdasarkan pendekatan filosofis konstruktivisme dan psikologi kognitif. Konstruktivisme dalam pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang didasarkan pada pengalaman (experience is the only basis for knowledge and wisdom), yang kemudian direorganisasi dan direkonstruksikan. Materi pelajaran harus memungkinkan siswa belajar bagaimana caranya belajar (learning how to learn) dalam bentuk studi kasus atau masalah yang perlu dan bermanfaat untuk dicari jalan ke luarnya (problem solving learning) melalui proses inkuiri diskoveri. Proses pembelajaran berpusat pada siswa dan keaktifan siswa, guru berperan sebagai fasilitator/mediator dan motivator yang menstimuli siswa untuk belajar sesuatu yang bermakna melalui pemahaman (insight).
KONSEP DAN SIMBOL DALAM PENALARAN

Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
SYARAT-SYARAT KEBENARAN DALAM PENALARAN

Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
· Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
· Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.
Penyelesaian masalah
Penyelesaian atau pemecahan masalah adalah bagian dari proses berpikir. Sering dianggap merupakan proses paling kompleks diantara semua fungsi kecerdasan, pemecahan masalah telah didefinisikan sebagai proses kognitif tingkat tinggi yang memerlukan modulasi dan kontrol lebih dari keterampilan-keterampilan rutin atau dasar. Proses ini terjadi jika suatu organisme atau sistem kecerdasan buatan tidak mengetahui bagaimana untuk bergerak dari suatu kondisi awal menuju kondisi yang dituju.
Langkah-langkah penyelesaian masalah :
3. Merasakan adanya suatu masalah, dan masalah atau kesulitan ini mendorong perlunya pemecahan
4. Merumuskan atau membatasi masalah tersebut. Didalam hal ini diperlukan observasi untuk mengumpulkan fakta yang berhubungan dengan masalah itu.
5. Mencoba mengajukan pemecahan masalah tersebut dalam bentuk hipotesis-hipotesis. Hipotesis-hipotesis ini adalah merupakan pernyataan yang didasarkan pada suatu pemikiran atau generalisasi untuk menjelaskan fakta tentang penyebab masalah tersebut.
6. Merumuskan alas an dan akibat dari hipotesis yang dirumuskan secara deduktif
7. Menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan, dengan berdasarkan fakta-fakta yang dikumpulkan melalui penyelidikan atatau penelitian. Dari langkah terakhir ini selanjutnya dapat dirumuskan pemecahan masalah yang telah dirumuskan tersebut.
3. Teori
B. Pengertian teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta . Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara "sementara" dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika.
Sedangkan secara lebih spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman mendefiniskan teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia sosial. Perlu diketahui bahwa teori berbeda dengan idiologi, seorang peneliti kadang-kadang bias dalam membedakan teori dan ideologi. Terdapat kesamaan diantara kedunya, tetapi jelas mereka berbeda. Teori dapat merupakan bagian dari ideologi, tetapi ideologi bukan teori. Contohnya adalah Aleniasi manusia adalah sebuah teori yang diungkapakan oleh Karl Marx, tetapi Marxis atau Komunisme secara keseluruhan adalah sebuah ideologi.
Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan. Istilah teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum pernah terobservasi. Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini, lubang hitam dikategorikan sebagai teoritis karena diramalkan menurut teori relativitas umum tetapi belum pernah teramati di alam. Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah teori ilmiah telah mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti lain tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena definisi hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi teori, dan hukum akan tetap menjadi hukum.
b. Elemen Teori
Di dalam sebuah teori terdapat beberapa elemen yang mengikutinya. Elemen ini berfungsi untuk mempersatukan variabel-variabel yang terdapat di dalam teori tersebut. Elemen pertama yaitu konsep. Konsep adalah sebuah ide yang diekspresikan dengan symbol atau kata. Konsep dibagi dua yaitu, simbol dan definisi.Dalam ilmu alam konsep dapat diekspresikan dengan simbol-simbol seperti, ”∞” = tak terhingga, ”m”= Massa, dan lainya. Akan tetapi, kebanyakan di dalam ilmu sosial konsep ini lebih diekspresikan dengan kata-kata tidak melalui simbol-simbol. Menurut Neuman kata-kata juga merupakan simbol karena bahasa itu sendiri adalah simbol. Karena mempelajari konsep dan teori seperti mempelajari bahasa. Konsep selalu ada di mana pun dan selalu kita gunakan. Misalnya kita membicarakan tentang pendidikan. Pendidikan merupakan suatu konsep, ia merupakan ide abstrak yang hanya didalam pikiran kita saja.
Elemen kedua yaitu Scope. Dalam teori seperti yang dijelaskan di atas memiliki konsep. Konsep ini ada yang bersifat abstrak dan ada juga yang bersifat kongkret. Teori dengan konsep-konsep yang abstrak dapat diaplikasikan terhadap fenomena sosial yang lebih luas, dibanding dengan teori yang memiliki konsep-konsep yang kongkret. Contohnya, teori yang diungkapkan oleh Lord Acton ”kekuasaan cenderung dikorupsikan”. Dalam hal ini kekuasaan dan korupsi ada pada lingkup yang abstrak. Kemudian kekuasaan ini dalam lingkup kongkret sepeti presiden, raja, jabatan ketua RT,dll. Dan korupsi dalam lingkup kongkret seperti korupsi uang.
Elemen ketiga adalah relationship. Teori merupakan sebuah relasi dari konsep-konsep atau secara lebih jelasnya teori merupakan bagaimana konsep-konsep berhubungan. Hubungan ini seperti pernyataan sebab-akibat (causal statement) atau proposisi. Proposisi adalah sebuah pernyataan teoritis yang memperincikan hubungan antara dua atau lebih variable, memberitahu kita bagaimana variasi dalam satu konsep dipertangggung jawabkan oleh variasi dalam konsep yang lain. Ketika seorang peneliti melakukan tes empiris atau mengevaluasi sebuah hubungan itu, maka hal ini disebut sebuah hipotesa. Sebuah teori sosial juga terdiri dari sebuah mekanisme sebab akibat, atau alasan dari sebuah hubungan, sedangkan mekanisme sebab akibat adalah sebuah pernyataan bagaimana sesuatu bekerja.
C. PEMODELAN, TEORI, DAN HUKUM

Istilah "model", "hipotesis", "teori", dan "hukum" mengandung arti yang berbeda dalam keilmuan dari pemahaman umum. Para ilmuwan menggunakan istilah model untuk menjelaskan sesuatu, secara khusus yang bisa digunakan untuk membuat dugaan yang bisa diuji oleh percobaan/eksperimen atau pengamatan. Suatu hipotesis adalah dugaan-dugaan yang belum didukung atau dibuktikan oleh percobaan, dan Hukum fisika atau hukum alam adalah generalisasi ilmiah berdasarkan pengamatan empiris.
4. Penelitian
A. Pengertian Penelitian

Penelitian adalah suatu penyelidikan atau suatu usaha pengujian yang dilakukan secara teliti, dan kritis dalam mencari fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Dalam mencari fakta-fakta ini diperlukan usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah. Beberapa pakar lain memberikan definisi penelitian sebagai berikut :

1. David H Penny

Penelitian adalah pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta.

2. J. Suprapto

Penelitian adalah penyelidikan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati, serta sistematis.

3. Sutrisno Hadi

Sesuai dengan tujuannya, penelitian dapat diartikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.

4. Mohammad Ali

Penelitian adalah suatu cara untuk memahami sesuatu melalui penyelidikan atau usaha mencari bukti-bukti yang muncul sehubungan dengan masalah itu, yang dilakukan secara hati-hati sekali sehingga diperoleh pemecahannya.

5. The New Horison Ladder Dictionary

Pengertian research ialah a careful study to discover correct information, yang artinya, suatu penyelidikan yang dilakukan secara hati-hati untuk memperoleh informasi yang benar.

Secara etimologi, penelitian berasal dari bahasa Inggris “research” (re berarti kembali, dan search berarti mencari). Dengan demikian research berarti mencari kembali.

Menurut kamus Webster New Internasional, penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu. Hillway dalam bukunya Introduction to research mengemuka-kan bahwa penelitian adalah suatu metode belajar yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut. (Hillway, 1965)

Tuckman mendefinisikan penelitian (research) : yaitu penelitian merupakan suatu usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah terhadap suatu masalah. Sistematis artinya mengikuti prosedur atau langkah-langkah tertentu. Jawaban ilmiah adalah rumusan pengetahuan, generaliasi, baik berupa teori, prinsip baik yang bersifat abstrak maupun konkret yang dirumuskan melalui alat- primernya, yaitu empiris dan analisis. Penelitian itu sendiri bekerja atas dasar asumsi, teknik dan metode.
Kadang-kadang orang menyamakan pengertian penelitian dengan metode ilmiah. Sesuai dengan tujuannya, penelitian dapat diartikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dimana usaha-usaha itu dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Kegiatan penelitian adalah suatu kegiatan objektif dalam usaha mengembangkan, serta menguji ilmu pengetahuan berdasarkan atas prinsip-prinsip, teori-teori yang disusun secara sistematis melalui proses yang intensif dalam pengembangan generalisasi. Sedangkan metode ilmiah lebih mementingkan aplikasi berpikir deduktif-induktif di dalam memecahkan suatu masalah.

Fokus perhatian dalam suatu penelitian adalah masalah, masalah yang muncul dalam pikiran peneliti berdasarkan penelaahan situasi yang meragukan (a perplexing situation). Masalah adalah titik sentral dari keseluruhan penelitian.

b. Ciri- ciri penelitian

1. Memiliki masalah, terumus jelas dan terperinci.
2. Memiliki hipotesis, terumus jelas dan terperinci.
3. Terencana, bertujuan dan bermetode.
4. Empiris, berdasarkan observasi fenomena.
5. Berlogika, berdasarkan analisis teoritis.
6. Berakurasi dan valid, menggunakan instrumen yang tepat dan reliabel.
7. Memiliki sumber data, primer dan sekunder.
8. Non-etikal, bersifat objektif.
9. Siklikal, sistematis.
10. Berproduk: abstrak (berupa: prinsip, generalisasi, dan teoritik) atau konkret (berupa: model atau alat)

c. Karakteristik penelitian :

1. Berfungsi menjawab permasalahan tertentu.

2. Dilakukan secara sistematis dengan menggunakan metode tertentu.

3. Melibatkan kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penyimpulan data (fakta dan opini).

d. Langkah-langkah penelitian :

1. Identifikasi, pemilihan, dan perumusan masalah.
2. Penelaahan kepustakaan.
3. Penyusunan hipotesis.
4. Identifikasi, klasifikasi, dan pemberian definisi operasional variable-variabel.
5. Pemilihan atau pengembangan alat pengambil data.
6. Penyusunan rancangan penelitian.
7. Penentuan sample.
8. Pengumpulan data.
9. Pengolahan dan analisis data
10. Interpretasi hasil analisis.
11. Penyusun laporan/publikasi penelitian.
Tujuan Pembelajaran:
Umum :
àMampu memahami ilmu, pengetahuan, dan teori-teori yang sesuai bidang kajiannya.
Khusus :
1. Mampu memahami hakekat ilmu pengetahuan yang hakiki.
2. Mampu memahami teori-teori yang berkaitan dengan bidang yang dikaji.
3. Mampu memahami konsep metodologi penelitian ilmiah.
4. Mampu membedakan cara berpikir deduktif, induktif, dan reflektif.
5. Mampu memahami proses penyelesaian masalah.
6. Mampu memahami langkah-langkah memperoleh pengetahuan.






Daftar pustaka
John W Creswell, Research Design: Qualitative & Quantitative Approach, (London: Sage, 1993) hal 120
Merriam-Webster Dictionary
W.L Neuman , Social Research Methods: Qualitative & Quantitative Approach, (London: Sage, 2003) hal. 42
http://www.evolution.mbdojo.com/theory.html
W.L Neuman, Ibid., hal 44
W.L Neuman, Ibid.,hal 45
W.L Neuman, Ibid.,hal 47
John W Creswell, Ibid., hal. 122
W.L Neuman, Ibid., hal 50
Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni Untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008. Hal 7-11.
Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni Untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008. Hal 7-11
Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qu'ran, Grafindo, Jakarta, 1996, hal. 7.
Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Halaman 8.

TANDA-TANDA VITAL

Rabu, 19 Januari 2011

ikd3 klpok 2 tanda2 vital


TANDA-TANDA VITAL

I. PENGUKURAN SUHU

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian Temperatur Tubuh
Temperatur tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Dengan mengukur temperatur tubuh klien, kita telah mengistirahatkan klien sebelum pengukuran nadi, pernafasan, dan tekanan darah. Penempatan temperatur tubuh sebagai point pertama dalam pengukuran tanda-tanda vital juga merupakan efesiensi waktu sebab pengukuran temperatur tubuh adalah proses yang paling banyak memakan waktu.

2. Anatomi dan Fisiologi
Setiap species memiliki sebuah “set point” yang ditetapkan secara genetis, memiliki temperatur inti tubuh yang optimal untuk mempertahankan aktivitas fisiologis yang normal. Untuk dewasa awal yang sehar rata-rata suhu oral 37oC. Tidak ada nilai suhu yang berlaku untuk semua orang, Namun Fuller & Schaller (2000 : 101) memberikan rentang temperatur oral normal orang yang beristirahat adalah 35,8oC sampai 37,3 oC (96,4 oF – 99,1 oF). Rentang ini dapat dipahami dengan menganalisis anatomi, fisiologi dan biokimia sistem transportasi tubuh.
Keseimbangan suhu tubuh di regulasi oleh mekanisme fisiologi dan perilaku.
a. Kontrol Neural dan Vaskular
Hypotalamus terletak di antara dua hemisfer selebral, dan di dalam korpus kolusum. Hipotalamuslah yang mengontrol temperatur tubuh dan mempertahankan set point. Hipotalamus dapat merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas dan hipotalamus posterior mengontrol produksi panas dengan fluktuasi minor + 1,5oC.
Bila sel saraf di hipotalamus anterior menjadi panas melebihi set point, impuls akan dikirim untuk menurunkan suhu tubuh, mekanisme pengeluaran panas termasuk berkeringat, vasodilatasi pembuluh darah, dan hambatan produksi panas. Darah di distribusikan kembali ke pembuluh darah permukaan untuk meningkatkan pengeluaran panas.
Jika hipotalamus posterior merasakan subuh tubuh lebih rendah dari set point, mekanisme konseriasi panas bekerja. Vasekontriksi pembuluh darah mengurangi aliran darah ke kulit dan ekstremitas. Kompensasi produksi panas distimulasi melalui kontraksi otot volunter dan getaran (menggigil) pada otot. Bila vasekontriksi tidak efektif, tubuh mulai menggigil. Menggigil dapat meningkatkan produksi panas 4 sampai 5 kali lebih besar dari normal. Lesi atau trauma pada hipotalamus dapat menyebabkan perubahan yang serius pada kontrol suhu.

b. Kontrol Prilaku
Manusia secara sadar bertindak untuk mempertahankan suhu tubuh yang nyaman ketika terpajan pada suhu yang ekstrim. Kemampuan individu untuk mengontrol suhu tubuh bergantung pada :
1. Derajat ekstrem suhu
2. Kemampuan individu untuk merasakan kenyamanan atau ketidaknyamanan
3. Proses pikir atau emosi
4. Mobilitas atau kemampuan individu untuk melepaskan atau menambah pakaian.

Kontrol Prilaku
Manusia secara sadar bertindak untuk mempertahankan suhu tubuh yang nyaman ketika tepajan pada suhu ekstern. Kemampuan individu untuk mengontrol suhu tubuh bergantung pada (1) derajat ekstren suhu, (2) kemampuan individu untuk merasakan kenyamanan atau ketidaknyamanan (3) proses pikir atau emosi, dan (4) mobilitas atau kemampuan individu untuk melepaskan atau menambahkan pakaian. Kontrol suhu tubuh sulit bila salah satu dari kemampuan ini tidak ada atau hilang, Bayi dapat merasakan kondisi hangat tidak nyaman tetapi memerlukan bantuan dalam mengubah lingkungan mereka. Lansia mungin memerlukan bantuan dalam mendeteksi lingkungan dingin dan meminimalkan kehilangan panas. Penyakit, penurunan tingkat kesadaran, atau kerusakan proses pikir mengakibatkan ketidakmampuan untuk mengenali kebutuhan untuk mengubah perilaku untuk dingin, perilaku peningkatan kesehatan mempunyai keterbatasan efek pada pengendalian suhu. Perawat mengkaji variabel yang menempatkan klien pada resiko tinggi untuk ketidakefektifan termoregulasi.


Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh :
1. Usia
Pada saat lahir, bayi meninggalkan lingkungan yang hangat, yang relatif konstan, masuk dalalm lingkungan yang suhunya berfluktuasi dengan cepat. Mekanisme kontrol suhu masih imatur. Suhu tubuh bayi dapat berespons secara drastis terhadap perubahan suhu lingkungan. Pakaian harus cukup dan paparan pada suhu yang ekstem harus dihindari. Bayi baru lahir pengeluaran lebih dari 30% panas tubunya melalui kepala dan oleh karena itu perlu menggunakan penutup kepala untuk mencegah pengeluaran panas. Bila terlindung dari lingkungan yang ekstrem, suhu tubuh bayi dipertahankan pada 35,50 sampai 39,50C. Produksi panas akan meningkat seiring dengan pertumbuhan bayi memasuki masa anak-anak. Perbedaan secara individu 0,250 sampai 0,550C adalah normal (Whaley and Wong, 1995).
2. Regulasi suhu tidak stabil sampai anak-anak mencapai pubertas. Rentang suhu normal turun bernangsur sampai seseorang mendekati masa lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh yang lebih sempat daripada dewasa awal. Suhu 350C tidak lazin pada lansia dalam cuaca dingin. Namun, rentang suhu tubuh pada lansia sekitas 360C. Lansia terutama sensitif terhadap suhu yang ekstrem karena kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol vasomotot (kontrol vasokonstruksi dan vasodilatasi), penurunan jumlah jaringan subkuntan, penurunan aktivitas kelenjer keringat dan penurunan metabolisme.
3. Aktivitas
Suhu tubuh meningkat selama aktivitas otot skeletal sebagai akibat peningkatan aktivitas metabolik basal tubuh. Mekanisme regulasi mengembalikan suhu tubuh kembali normal. Olahraga berat yang lama, seperti lari jarak jauh, dapat meningkatkan suhu tubuh untuk sementara sampai 41oC.

4. Kadar hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar dibandingkan pria, Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Kadar progresteron meningkat dan menurun seara bertahap selama siklus menstruasi. Bila kadar progresteron rendah, suhu tubuh beberapa derajat di bawah kadar batas. Suhu tubuh yang rendah berlansung sampai terjadi ovulasi. Slema Ovulasi, jumlah progeteron yang lebih besar memasuki sistiem sirkulasi dan meningkatkan suhu tubuh sampai kadar batas atau lebih tinggi Variasi dapat digunakan untuk memperkirakan masa paling subur pada wanita untuk hamil Perubahan juga terjadi pada wanita selama menopause (penghentian menstruasi). Wanita yang sudah berhenti menstruasi dapat mengalami periode panas tubuh dan berkeringat banyak, 30 detik sampai 5 menit. Hal tersebut kontrol vasomotor yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokonstruksi (Bobak, 1993).
5. Irama sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,50 sampai 10C selama periode 24 jam. Bagaimanapun, suhu merupakan irama paling stabil pada manusia. Suhu tubuh biasanya paling rendah antara pukul 1:0 dan 4:00 dini hari (gambar 32-3). Sepanjang hari suhu tubh naik, sampai sekitar pukul 18:00 dan kemudian turun seperti pada dini hari. Penting diketahui, pola suhu tidak secara otomatis berubah pada orang yang bekerja pada malam hari dan tidur di siang hari. Perlu wkatu1-3 minggu untuk perputasan tersebut berubah. Secara umum, irama suhu sirkadian tidak berubah sesuai usia. Penelitian menunjukkan, puncak suhu tubuh adalah dini hari pada lansia( Lenz, 1984).
6. Stress
Stress fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan persarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas. Klien yang cemas saat masuk rumah sakit atau tempat praktik dokter, suhu tubuhnya dapat lebih tinggi dari normal (lihat Bab 22).
7. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika dikaji dalam ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme pengeluaran panas dan suhu tubuh akan naik. Jikia klien berada di lingkungan luar tanpa baju hangat, suhu tubuh mungkin berada rendah karena penyebaran yang efektif dan pengeluaran panas yang kondusif. Bayi dan lansia paling sering dipengaruhi oleh suhu leingkungankarena mekanisme suhu kurang efisien.
3. Tempat pengukuran suhu tubuh
Terdapat beberapa tempat pengukuran suhu, untuk mengukur suhu inti dapat diukur pada rektum, membran himpanih, esafagus, arteri pulinomer, dan kandung kemih. Sementara untuk suhu permukaan dapat diukur di area kulit, aksila dan oral. Pemilihan tempat pengukuran terus disesuaikan dengan kondisi klien, dan jenis termometer yang digunakan juga harus sesuai. Berikut adalah keuntungan dan kerugian dari masing-masing tempat pengukuran :
Timpani
Kuntungan
Tempat yang mudah dicapai
Perubahan posisi yang dibutuhkan minimal
Memberi pembacaan inti yang akurat
Waktu pengukuran sangat cepat (2-5 detik)
Dapat dilakukan tanpa membangunkan atau menganggu klien.
Secara emosional kurang invansif untuk anak-anak dan remaja yang sedang membangun identitas seksual dan citra diri.
Kerugian
Alat bantu dengan harus dikeluarkan sebelum pengukuran.
Tidak boleh dilakukan pada klien yang mengalami bedah telinga atau membran timpani
Membutuhkan pembungkus probe sekali pakai
Impaksi serumen dan otitis media dapat menganggu pengukuran suhu.
Keakuratan pengukuran pada bayi baru lahir dan anak dibawah 3 tahun masih diragukan (Davi, 1993).
Variabilitas pengukuran melebihi variabilitas alat suhu inti yang lain (Erikson dan Kirklin, 1993).

Rektal
Keuntungan
Terbukti lebih dapat diandalkan bila suhu oral tidak dapat diperoleh.
Menunjukkan suhu inti.
Kerugian
Pengukuran suhu ini lebih lamat selama perubahan suhu yang cepat.
Tidak boleh dilakukan pada klien yang mengalami bedah rektal, kelainan rektal, nyeri pada area rekal atau yang cederung perdarahan.
Memerlukan perubahan posisi dan dapat merupakan sumber rasa malu dan ansietas klien.
Resiko perpajan cairan tubh
Memerlukan lubrikasi
Dikontradiksikan pada bayi baru lahir

Oral
Keuntungan
Mudah dijangkau tidak membutuhkan perubahan psosisi
Nyaman bagi klien
Memberi pembacaan suhu permukaan yang akuran

Kerugian
Dipengerahui oleh cairan atau makanan yang dicerna, merokok dan pemberian oksigen (Neff et, 1988).
Tidak boloeh dilakukan pada klien yang mengalami bedah oral, trauma oral, riwayat epilepsi, atau gemetar akibat kedinginan.
Tidak boleh dilakukan pada bayi, anak kecil, anak yang sedang menangis atau klien konfusi, tidak sadar atau tidak kooperatif.
Resiko terpapat cairan tubuh.

Aksila
Keuntungan
Aman dan non-invasif.
Cara yang lebih disukai pada bayi baru lahir dan klien yang tidak kooperatif.
Kerugian
Waktu pengukuran lama
Memerlukan bantuan perawat untuk mempertahankan posisik klien
Tertinggal dalam pengukuran untuk mempertahankan posisi klien
Memerlukan papasan toraks

Kulit
Keuntungan
Murah
Memberi pembacaan kontiniu
Aman dan inovasif
Kerugian
Pengukuran lebih lambat dari tempat pengukuran lain selama perubahan suhu, khususnya pada saat hipertermia
Diaforesis atau keringat dapat menganggu adhesi.

B. TUJUAN
Pengukuran suhu ditujukan untuk memperoleh suhu inti jaringan tubuh rata-rata yang representati. Suhu normal rata-rata bervariasi bergantung lokasi pegukuran. Tempat yang menunjukkan suhu inti merupakan indkator suhu tubuh yang lebih dapat diandalkan daripada tempat yang menunjukkan suhu permukaan. Arteri paru menunjukkan nilai yang paling representative krena darah bercampur dari semua bagian tubuh. Pengukuran suhu pada arteri paru merupakan standar dibandingkan dengan semua tempat yang dikatakan akurat.
C. MANFAAT
Pengukuran suhu tubuh merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting dalam penilaian status kesehatan. Kenaikan maupun penurunan suhu tubuh yang signifikan sangat berpengruh pada seluruh organ tubuh. Kenaikan suhu tubuh misalnya, akan mengakibatkan pertambahan laju metabolisme. Dalam keadaan ini, seorang perawat harus waspada untuk resiko kekurangan nutrisi dan cairan, serta resiko konvulsi pada anak. Suhu tubuh yang meningkat juga dapat diindikasikan sebaga serangan pirogen seperti bakteri dan virus. Sama halnya dengan penurunan suhu tubuh yang melewati batas toleransi tubuh, berisiko mengalami kerusakan sirkulasi dan jaringan yang permanen.
D. INDIKASI
Pengukuran suhu tubuh sebagai salah satu tand vital diindikasika pada semua kondisi.
E. KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi pengukuran suhu lebh berdasarkan pada tempat pengukuran, misalnya pengukuran suhu tubuh lewat rectal dikontraindikasikan pada bayi baru lahir, untuk lebih lengkapnya, silahkan lihat kembali tulisan di atas tentang tempat pengukuran suhu tubuh.

F. PERSIAPAN PERALATAN
1. Termometer yang tepat
2. Tisu lembut
3. Pelumas (untuk thermometer kaca rectal)
4. Pena, lembar pencatatan
5. Sarung tangan sekali pakai
6. Pembungkus plastic (pembungkus probe sekali pakai)

G. PROSEDUR

LANGKAH
RASIONAL

Persiapan Untuk Pengukuran Suhu Tubuh
1. Kaji tanda dan gejala perubahan suhu dan factor yang secara normal mempengaruhi suhu tubuh
Tanda dan gejala fisik dapat mengindikasikan suhu tubuh yang abnormal. Perawat dapat secara akurat mengkaji sifat dari variasi tubuh tersebut.

2. Jelaskan bagaimana cara mengukur suhu tubuh tersebut dan pentingnya menjaga posisi yang tepat sampai pembacaan lengkap
Klien sering ingin tahu mengenai berapa suhu tubuhnya dan harus di peringatkan supaya tidak mengambil thermometer sebelum waktunya untuk waktu pembacaan.

3. Ketika mengukur suhu oral, tunggu 20-30 mnt sblm mengukur suhu, jika klien merokok atau makan atau minum yang panas atau dingin.
Merokok dan substansi yang panas atau dingin dapat menyebabkan kesalahan pembacaan suhu dalam rongga oral.

4. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan.
Pemilihan tempat yang bedasarkan pengukuran suhu yang dipilih.

5. Cuci tangan
Mengurangi penularan mikoorganisme.


LANGKAH
RASIONAL

SUHU ORAL-TERMOMETER KACA
1. Lakukan langkah persiapn 1-5


2. Bantu klien untuk memperoleh posisi yang memudahkan akses kemulut.
Memastikan kenyamanan dan keakuratan pembacaan suhu.

3. Gunakan sarung tangan sekali pakai.
Sarung tangan harus dikenakan bila menangani bahan yang kotor oleh cairan tubuh (mis. Saliva) (Garner,996)

4. Pegang bagian ujung termometer kaca yang berkode warna (blue tip) dengan ujung jari.
Mengurangi kontaminasi oleh pentolan termometer.

5. Jika termometer disimpan pada tempat yang mengandung desinfektan, cuci dengan air dingin sebelum digunakan.
Menghilangkan larutan yang mengiritasi mukosa oral. Air panas dapat menyebabkan pemuaian dan penolan pecah.

6. Ambil tisu lembut dan sek bagian pentolan termometer dengan gerakan rotasi, buang tisu
Mengurangi kontaminasi pada ujung pentolan.

7. Baca derajat air raksa ketika memegang termometer secara horizontal dan putar termometer dengan lembut.
Derajat air raksa harus dibawah 35,50C. Bacaan termometer harus di bawah suhu tubuh sebelum digunakan.

8. Jika air raksa berada di atas derajat yang diinginkan, pegang ujung termometer dengan baik dengan berdiri agak jauh dari benda-benda keras. Kemudian kibaskan tangan ke arah bawah dengan kuat seperti memukul dengan cambuk. Tetap dilakukan sampai derajat air raksa 35,50C.
Kibasan yang cepat menurunkan derajat air raksa dalam tabung gelas. Berdiri di tempat terubuka menghindari supaya termometer tidak pecah.

9. Masukkan termometer ke dalam bungkus plastic.
Melindungi perawat kotak dengan saliva.

10.Minta klien untuk membuka mulut dan dengan lembut letakkan termometer di bawah lidah kantung sublingual posterior mendatar terhadap bagian tengah rahang bawah.
Panas dari arteri pada kantung sublingual mengahasilka bacaan suhu.

11.Minta klien menahan termometer dengan bibir tertutup. Hati-hati tertusuk.
Mempertahankan posisi termometer yang sesuai selama pencatatan. Pecahnya termoeter dapat menyebabkan cedera mukosa dan keracunan air raksa.

12.Biarkan termometer di bawah lidah selama 3 menit sesuai aturan.
Penelitian mengenai lamanya waktu untuk pencatatan bereda-beda. Holtzclaw (1992) merekomendasikan 3 menit.

13.Ambil terometer dengan hati-hati da lepaskan serta buang pembungkus plastik. Baca termometer sejajar mata dengan posisi horizontal.
Memastikan bacaan yang akurat.

14.Beritahu klien bacaan tersebut.
Meningkatkat partisipasi dalam perawatan dan pemahaman kondisi kesehatan.

15.Seka sekresi dari temometer dengan lembut. Seka dalam gerakan rotasi dari jari ke arah pentolan. Buang tisu. Simpan termometer dalam wadah di samping tempt tidur.
Menyeka dari area yang sedikit terkontaminasi ke yang lebih banyak tekontaminasi.

16.Lepaskan dan buang sarung tangan. Cuci tangan
Mengurangi penularan mikroorgaisme.

17.Lakukan langkah penyelesaian



LANGKAH
RASIONAL

SUHU REKTAL-TERMOMETER KACA
1. Lakukan langkah persiapan


2. Pasang gorden di sekeliling tempat tidur dan atau tutup pintu kamr. Tutup bagian atas tubuh klien dan ekstremitas bawah dengan kain atau selimut.


3. Bantu klie untuk posisi Sim dengan fleksi kaki bagian atas. Tarik linen tempat tidur untuk hanya memaparkan area anal
Memajankan area anal untuk penempatan termometer yang tepat.

4. Siapkan termometer seperti yang digambarkan pada “suhu oral-termometer kaca” langkah 4-8
Air raksa harus di bawah derajat suhu sebelum insersi.

5. Beri pelumas secukupnya di atas tisu. Celupkan ujung termometer ada pelumas, 2,5-3,5 cm untuk dewasa atau 1,2-2,5 cm untuk anak-anak
Lubrikasi meminimalkan trauma terhadap mukosa rectal saat pemasukan. Tisu dipakai untuk menghindari kontaminasi terhadap pelumas yang ada dalam wadah.

6. Pka sarung tangan sekali pakai
Sarung tangan harus digunakan saat memgang bahan yang terkena cairan tuuh.

7. Dengan tangan non dominan renggangkan bokong untuk memaparkan anus.
Supaya anus terlihat seluruhnya untuk memudahkan pemasukan termometer

8. Minta klien untuk bernafas perlahan dan rileks.
Merilekskan sfingter anal untuk memudahkan pemasukan termometer

9. Masukkan termometer dengan lembut ke dalam anus ke arah umbilicus. Masukkan 1,2cm untuk anak-anak dan 3,5 c untuk dewasa. Jangan mendorong paksa termometer a. jika terasa ada tahanan saat memasukkan, tarik segera termometer. Jangan dipaksakan

Memastikan paparan yang adekuat terhadap pembuuh darah dinding




Mencegah trauma terhdap mukosa. Termometer kaca dapt pecah.

10.Biarkan termoeter selama kira-kira 3 menit sesuai ketentuan
Mencegah cedera pada klien. Stepen dan sexton (1987) menyimpulkan bahwa perubahan setelah tiga menit signifikansinya kecil.

11.Keluarkan termometer dengan hati-hati dan seka sekresi dengan tisu. Seka dengan gerakan memutar dari jari ke arah pentolan. Buang tisu.
Menghindari kontak dengn mikroorganisme. Menyeka dar area yang sedikit kontaminsai ke yang paling terkntaminasi.

12.Baca termometer sejajar mata
Memastikan bacaan yang akurat.

13.Beritahu klien hasil pembacaan suhunya.
Meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan pemhaman kondisi.

14.Seka area anal untuk membuang pelumas atas feses
Memberikan kenyamanan

15.Membantu klien kembali ke posisi nyaman
Memulihkan kenyamanan

16.Basuh termometer dengan menggunakan air hangat bersabun, cuci dengan air dingin, kemudian keringkan dan taruh kembali pada tempatnya
Secara mekanis membuang materi organic yang mungkin mengandung mikroorvganisme dan mengahalangi efek desinfektan. Tempat penyimpanan mencegah pecah

17.Buang sarung tangan. Cuci tangan
Kurangi penularan mikroorganisme

18.Lakukan langkah penyelesaian 1-3


H. EVALUASI
I. DOKUMENTASI


II. PENGUKURAN NADI
I. Konsep Teori
1. Pengertian Nadi
Nadi adalah aliran darah yang menonjol dan dapat di raba di berbagai tempat pada tubuh. Nadi merupakan indicator status sirkulasi. Sirkulasi merupakan alat melalui apa sel menerima nutrient dan membuang sampah yang dihasilkan dari metabolisme. Supaya sel berfungsi secara normal, harus ada aliran darah yang kontiniu dan dengan volume yang sesuai didistribusikan darah ke sel-sel yang membutuhkan nutrien.
2. Anatomi dan Fisiologi
Arteri merpakan pembuluh darah yang kuat yang membawa darah beroksigen dari jantung menuju ke jaringan-jaringan tubuh. Bahan elastis dari dinding arteri memungkinkan arteri untuk berdilatasi selam sistol dan berkonstriksi selama diastole. Hasilnya adalah denyut arteri yang dapat diraba. Denyut arteri tidk hanya merefleksikan Vaskularitas arteri tetapi juga memberikan indeks fungsi jantung . Saat tanda-tanda vital yang diperiksa, denyut nadi terutama di evaluasi untuk menentukan kecepatan dan irama jantung. Akan tetapi, denyut nadi juga diperiksa untuk menentukan kepatenan pembuluh darah, keadaan dinding arteri dan kontur serta amplitudo denyutan.

Kecepatan Denyut Nadi
Kecepatan denyut nadi merupakan angka yang menunjukan detak yang dihitung dalam satu menit. Pada kebanyakan kasus, kecepatan denyut nadi sama dengan kecepatan jantung. Akan tetapi jika denyut nadi diperiksa dengan mempalpasi pembuluh darah tepi, dan gelombang tekanan arteri tidak tersebar sampai ke pembuluh darah tepi karena gangguan pembuluh darah atau kerusakan kontraktilitas jantung, kecepatan jantung bisa jadi lebih cepat daripada kecepatan denyut nadi.
Kecepatan denyut nadi dewasa berkisar antara 60-100 kali /menit. Tachicardi adalah keceptan denyut nadi yang lebih besar dari 100 kali/menit. Bradicardi adalah kecepatan denyut nadi yang kurang dari 60 kali/ menit. Anak-anak dan bayi pada umumnya memiliki denyut nadi lebih cepat dari dewasa. Denyut nadi Wanita sedikit lebih cepat dari ada pria, dan lansia memiliki denyut nadi sedikit lebih cepat daripada dewasa pertengahan.
sinoatrial (SA). Nodus SA merupakan maker jantung yang secara spontan menghasilkan denyutan 60 sampai 100 kali permenit.
Kecepatan denyut nadi juga dipengaruhi oleh
3. Faktor yang mempengaruhi denyut nadi
1. Usia
2. Gender
3. Latihan
4. Demam
5. Obat-obatan
6. Perdarahan
7. Perubahan posisi
8. Nyeri/ stress/ cemas
4. Tempat pengukuran
Tempat pengukuran denyut nadi adalah temporal, karoted, apical, brakial, radial, ulna, femoral, poplitel, tibialis posterior, dan dorsalis pedis.


III. PENGUKURAN PERNAFASAN
KONSEP TEORI
1. Pengertian pernafasan.
Kelangsungan hidup manusia bergantung pada kemampuan oksigen O2 untuk mencapai sel-sel tubuh dan karbn dioksida CO2 dikeluarkan dari sel. Pernafasan darah serta darah dengan sel. Pernafasan termasuk ventilasi ( pergerakan udara masuk dan keluar dari paru), difusi (pergerakan oksien dan karbondioksida antara alveoli dan sel darah merah) dan perfusi ( distribusi sel darah merah ke dan dari kapiler paru). Semua dapat di kaji secara tunggal. Frekuensi, kedalaman dan irama gerakan ventilasi menandakan kualitas dan efisiensi ventilasi. Tes diagnostik yang mengukur kadar O2 dan CO2 dalam darah arteri memberikan informasi yang berguna tentang difusi maupun perfusi.
2. Anatomi dan fisiologi
Pusat sistem pernafasan dalam batang otak mengatur kontrol involuenter pernafasan. Orang dewasa normalnya bernafas dengan halus dan tidak ada interupsi, 10 sampai 20 kali per menit.
Ventilasi diatur oleh kadar O2, CO2, dan konsentrasi ion hydrogen (ph) dalam
pernafasan di otak meningkatkan frekuesi dan kedalaman bernafas. Usaha ventilasi yang meningkat mengeluarkan kelebihan CO2 selama ekshalasi, hiperkarbia, kelebihn CO2, kronik dalam darah arteri, dapat menekan ventilasi.
Kemoreseptor pada arteri karotid dan aorta sensiti terhadap hipoksemia atau kadar O2 arteri yang rendah. Jika kadar okisgen arteri turun, reseptor ini memberi tanda pada otak untuk meningatkan frekuensi dan kedalaman ventilasi. Hipoksemia .membantu mengontrol ventilasi pada klien dengn penyakit paru kronik. Hierkarbia konstan pad klien dengan penyakit paru kronik. Sekali kadar CO2 yang naik gagal meningkatkan frekuensi dan kedalaman bernafas, hipoksemia juga ada pada klien ini,menjadi stimulus yang meningkatkan ventilasi. Karena kadar O2 arteri memberi stimulus yang memungkikan klien untu bernafas, pemberian oksigen kadar oksigen kadar tinggi dapat menjadi fatal bagi klien dengan penyakit paru kronik.
Factor yang mempengaruhi pernafasan
a. Olahraga
Olahraga merupakan frekuensi dan kedalaman untuk memenuhi kebutuhan tubuh untu menambah oksigen.
b. Nyeri akut
Nyeri akut meningkatkan frekuensi dan kedalaman sebagai akibat stimulasi simpatik sehibgga dapat menghambat atau membebat dinding dada yang mengakibtkan nafas dangkal.
c. Merokok
Merokok kronik mengubah jalan arus udara paru, mengakibatkan peningkatan frekuensi.
d. Anemia
Penurunan kadar hemoglobin menurunkan jumlah pembawa O2 dalam darah. Individu bernafas dengan lebih cepat untuk meningkatkan penghantaran O2.
e. Posisi tubuh
Posisi tubuh yang lurus dan tegak, meningkatkan ekspansi penuh paru. Posisi yang bungkuk dan telungkup mengganggu pergerakan ventilasi.
f. Medikasi
Analgesic narkotik dan sedatif menekan frekuensi dan kedalaman. Amfetamin dan kokain dapat meingkatkan frekuensi dan kedalaman.

MEKANIKA BERNAFAS
Meskipun bernafas biasanya pasif, kerja otot dilibatkan dalam menggerakkan paru dan dinding dada. Inspirasi adalah proses aktif. Selama inspirasi, pusat pernafasan mengirim impuls sepanjang nervus frenik, mengakibatkan diafragma berkontraksi
Organ abdominal bergerak ke atas dan ke bawah, meningktkan panjang rogga dada untuk menggerakkan udara ke dalam paru. Diafragma bergerak selitar 1 cm igatertarik ke atas dari garis tengah tubuh sekitar 1,2 samai 2,5 cm. selamabernafas normal dan rileks, individu menghirup udara 500ml di sebut dengan volume tidal. Selama ekspirasi diaframa rileks dan organ abdomen kembali ke posisi awalnya.
Paru dan dinding dada kembali ke posisi rileks. Ekspirasi merupakan proses pasif. Frekuensi Dan kedalaman normaldari ventilasi, eupnea, di terupsi beresau. Desau , nafas lebih dalam yang panjang, adalah mekanisme fisiologis protektif untuk mencegah udara bertukar di jalan udara kecil yang mengembang dengan alveoli selama bernafas normal.
Pernafasan yang akurat tergantung kepada gerakan normal toraks dan abdomen. Selama bernafas dengan tenang, gerakan diafragmatik menyebabkan rongga abdomen membesar dan megecil dengan lambat.
Bla bernafas membutukan usaha yang lebih, otot interkostal dan aksesoris secara aktif untuk menggerakkan udara yang masuk dan keluar. Bahu naik turun, dan otot aksesoris ventilasidi leher terlihat berkontraksi. Gerakan diafragmatik menjadi sedikit kelihatan karena pernafasan kostal meningkat. Kondisi klinis tertentu seperi nyeri pada dinding dada, pneumotoraks, emfisima dan penyakit neuromukular mempengaruhi gerakan ventilator.




IV. PENGUKURAN TEKANAN DARAH
konsep teori
1. Pengertian
Tekanan darah merupakan kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung. Takanan sistemik atau arteri darah, tekanan darah dalam sistem arteri tubuh, adalah indicator yang baik tentang kesehatan kardiovaskuler. Aliran darah mengalir pada sirkulasi karena perubahan tekanan. Darah mengalir dari daerah yang tekanannya tinggi ke tekanannya rendah. Kontraksi jantung mendorong darah dengan tekanan tinggi ke aorta. Puncak dari tekanan maksimum ejeksi terjadi adalah tekanan darah sistolik. Pada saat ventrikel rileks, darah yang tetap dalam arteri menimbulkan tekanan diastolik atau minimum. Tekanan diastolik adalah tekanan mimimal yang mendesak dinding arteri pada setiap waktu.
Unit standard untuk pengukran teknan darah adalah minimeter air raksa (mm Hg). Pengukur menandakan sampai setinggi mana tekanan darah dapat mencapai kolom air raksa. Perbedaan antara tekanan sistolik dan distolik adalah tekanan nadi.
2. Anatomi dan fisiologis
Tekanan darah menggambarkan interelasi dari curah jantung, tahanan vascular perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisits arteri.

Curah jantug
Curah hujan adalah volume darah yang dipompa jantung ( volume sekuncup) selama 1 menit ( frekuensi jantung).
Curah hujan= frekuensi jantung × volume sekuncup
Tekanan darah (TD) bergantung pada curah jantung dan tahanan vascular perifer.
Tekanan darah= curah jantung× tahanan vascular perifer

Bila volume meningkat dalam spasium tertutup, seperti pembuluh darah, tekanan dalam spasium tersebut meningkat. Jadi, jika curah jantung meningkat, darah yang dipompakan terhadap dinding arteri lebih banyak, menyebabkan tekanan darah naik. Curah jantung dapat meningkat sebagai akibat dari peningkatan frekuensi jantung, kontraktilitas yang lebih besar dari otot jantung, atau peningkatan volume darah. Perubahan frekuensi jantung dapat terjadi lebih cepat daripada perubahan kontraktilitas otot atau volume darah.
Peningkatan frekuensi jantung tanpa perubahan kontraktilitas atau volume darah mengakibatkan penurunan tekanan darah.

TAHANAN PERIFER
Sirkulasi darah melalui jalur arteriol kapiler venula dan vena. Arteri dan arteriol dikelilingi oleh otot polos yang berkontraksi atau rileks untuk mengubah ukuran lumen. Ukuran arteri dan arteriol berubah untuk mengatur aliran darah bagi kebutuhan jaringan local. Misalnya, apabila lebih banyak darah yang dibutuhkan oleh organ utama, arteri perifer berkontraki, menurunkan suplai darah. Normalnya arteri dan arteriol tetap berkontriksi sebagian untuk mempertahankan aliaran darah yang konstan. Tahanan pembuluh drah perifer adalah, tahanan terhadap aliaran darah yang ditentukan oleh tonus otot vaskuler dan diameter pembuluh darah. Semakin kecil lumen pembuluh semakin besar tahanan vaskuler terhadap aliran darah.

VOLUME DARAH
Volume sirkulasi darah dalam sistem vaskuler mempengaruhi tekanan darah. Normalnya volume darh tetap konstan, bagaimanapun juga jika volume meningkat, tekanan terhadap dinding arteri menjadi lebih besar. Misalnya, penginfusan yang cepat dan tdak terkontrol dari cairan intravena meningkatkan tekanan darah. Bila darah sirkulasi menurun, seperti kasus hemoragi atau dehidrasi, tekanan darah menurun

VISKOSITAS
Hematokrit atau persentase sel darah merah dalam darah, menentukan visikositas darah apabila hematokrit meningkat, dan aliran darah lambat, tekanan darah arteri naik. Jantung berkontraksi lebih kuat lagi untuk mengalirkan darah yang kental melewati sistem sirkulasi.

ELASTISITAS
Normalnya dinding darah arteri elastic dan mudah berdistensi. Bagaimanapun juga pada penyakit tertentu, seperti arteries klerosis, dinding pembuluh kehilangan elstistasnya dan digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak dapat meregang dengan baik.

3. Factor yang mempengaruhi tekanan darah:
1. Usia
Tingkat normal tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Meningkat pada masa anak-anak
2. Stress
Ansietas, takut, nyeri dan stress emosi mengkibatkan stimulasi simpatik yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vascular perifer. Efek-efek stimulasi simpatik meningkatkan tekanan darah.

3. Ras
Frekuensi hipertensi pada orang afrika amerika lebih tinggi dariapada orang eropa amerika. Kecendrungan populasi ini terhadap hpertensi diyakini berhubungan dengan genetic dan lingkungan
4. Medikasi
Banyak medikasi yang secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi tekanan arah. Selam pengkajian tekanan darah, perawat menanyakan apakah klien menerima medikasi anti hipertensi yang menurunkan tekanan darah.

5. Variasi Diurnal
Tekanan darah biasanya rendah pada pagi-pagi sekali, secara brangsur-angsur naik pagi menjelang siang dan sore, dan puncaknya pada senja hari atau malam. Tidak ada orang yang pola dan derajat variasinya sama.

6. Jenis Kelamin
Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan darah anak laki-laki atau perempuan. Setelah pubertas, pria cenderung memiliki bacaan tekanan darah yang lebih tinggi, setelah menopause wanita cenderung memiliki teknan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia tersebut.

4. Tempat pengukuran
Tempat pengukuran tekanan darah adalah pada lengan, kaki, paha, dan lengan bawah.
5. Persiapan alat
1. Sphygmanometer
2. Stetoskop
3. Manset
6. Prosedur pemeriksaan tekanan darah
a. Jelaskan prosedur pada klien
b. Siapkan alat tensimeter dan stetoskop
c. Cuci tangan
d. Siapkan klien : berbaring dengan posisi supine
e. Lengan baju klien digulung
f. Pasang manset tensimeter setinggi detak jantung
Tepi bawah manset letakkan 2,5 cm di atas arteri brakhialis
g. Pasang stetoskop
h. Ketahui lokasi arteri brakhialis dan letakkan bel atau difragma chestpiece diatasnya
i. Pengukuran tekanan darah dengan cara auskultasi
j. Naikkan tekanan darah dalam manset sambil meraba arteri radialis sampai denyutan hilang (tekanan sistolik manual)
k. Tekanan dinaikkan lagi kira-kira 30mmHg dari tekanan sistolik klien hasil perabaan manual. Kemudian turunkan perlahan.
l. Tentukan tekanan sistolik dengan mendengarkan bunyi pertama dari tekanan pembuluh darah
m. Turunkan tekanan dalam manset dengan kecepatan 4 mmHg/ detik sambil mendengarkan hilangnya bunyi tekanan pembuluh darah (tekanan diastolic)
n. Mengulang tekanan darah sekali lagi dengan air raksa didalam tensimeter dan dikembalikan pada angka nol.
o. Kempiskan manset dengan sempurna
p. Buka manset dari lengan
q. Bantu klien kembalikembali ke posisiyang nyaman dan tutup kembali lengan atas
r. Beritahu hasil pada klien
s. Cuci tangan
t. dokumentasi












PENUTUP
Kesimpulan
Dalam melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital kita harus mempertimbangkan segala aspek dalam kehidupan individu tersebut. Oleh karena itu sebagai perawat kita harus mengetahui batasan normal dan factor-faktor yang mempengaruhi tanda-tanda vital tersebut. Misalnya, pada pemeriksaan suhu, batasan normal suhu tubuh adalah berkisar dari 36.5- 37,0 derajat celcius. Tapi pada pemeriksaan tekanan darah kita tidak bisa hanya mengandalkan batasan normal saja, karena tekanan darah dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras , umur, variasi diurnal,medikasi dan stress. Jadi setiap tanda-tanda vital mempunyai karakteristik berbeda-beda. Dan sebagai perawat, kita harus memahaminya secara holistic.















DAFTAR PUSTAKA
Fuller & Schaler.2000. Health Assessment a Nursing Approach. Philadelphia: Lippincott
Kelly & Weber. 1996. Health Assessment in Nursing. :Mosby Inc.
Potter & Perry. 2005. Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC